Pandemi Covid-19 dan Perubahan Iklim
Penurunan
Emisi Carbon di Beberapa Wilayah di Dunia
Menurut tim Global Carbon Project,
emisi karbon tahun ini turun 2,4 miliar ton. Angka itu jauh melampaui tingkat
penurunan yang tercatat pada tahun 2009 akibat resesi ekonomi global dengan
hanya setengah miliar ton, maupun pada akhir Perang Dunia Kedua yang
menyebabkan emisi turun sebesar satu milar ton.
Di seluruh Eropa dan Amerika Serikat,
tercatat penurunan sekitar 12 persen sepanjang tahun, dan beberapa negara
bahkan mencatat angka yang lebih besar.
Perancis mengalami penurunan sebesar
15 persen dan Inggris turun 13 persen, menurut salah satu analisis.
"Alasan utamanya adalah bahwa
kedua negara ini memiliki dua gelombang lockdown yang sangat ketat dibandingkan
dengan negara-negara lain," kata Profesor Corinne Le Quéré, dari
Universitas East Anglia, Inggris, yang berkontribusi dalam penelitian tersebut.
"Inggris dan Perancis memiliki
banyak emisi yang berasal dari sektor transportasi dan umumnya lebih sedikit
yang berasal dari industri dan sektor lainnya.
"Ini bahkan lebih terlihat di
Perancis, karena begitu banyak produksi listrik mereka dari energi nuklir, jadi
40 persen emisi mereka berasal dari sektor transportasi."
Penerbangan di seluruh dunia
mengalami dampak terbesar akibat kebijakan pembatasan dan diperkirakan pada
akhir tahun ini, emisi dari sektor tersebut masih akan berada 40 persen di
bawah di level tahun 2019.
Pengurangan emisi serupa juga dialami
oleh Jerman dilansir dari bbc.com menteri
Menteri Lingkungan Jerman Svenja Schulze kepada DPA menyatakan bahwa
emisi CO2 telah turun untuk tahun ketiga secara berturut-turut. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh Jerman dan Eropa untuk membuat sebuah kebijakan yang
berkaitan dengan lingkungan.
Satu negara yang mungkin melawan arus
tren adalah China.
"Semua kumpulan data kami
menunjukkan bahwa China mengalami penurunan emisi yang besar pada bulan
Februari dan Maret, namun sejumlah kumpulan data menunjukkan perbedaan dalam
tingkat emisi menjelang akhir tahun 2020," kata Jan Ivar Korsbakken,
peneliti senior di CICERO, yang terlibat dalam studi.
"Pada akhir 2020, China
setidaknya hampir memiliki tingkat emisi harian yang sama seperti pada 2019,
dan memang beberapa perkiraan kami menunjukkan emisi China mungkin benar-benar
meningkat untuk tahun ini secara keseluruhan pada tahun 2020 dibandingkan
dengan 2019, meskipun ada pandemi," tambahnya.
Para peneliti percaya bahwa penurunan
dramatis yang dialami melalui respons terhadap pandemi mungkin menyembunyikan
penurunan karbon jangka panjang, dimana lebih terkait dengan kebijakan iklim. Pertumbuhan
tahunan emisi CO2 global turun dari sekitar 3 persen pada
tahun-tahun awal abad ini menjadi sekitar 0,9 persen pada tahun 2010-an. Sebagian
besar perubahan ini disebabkan oleh perpindahan dari batu bara sebagai sumber
energi.
"Pembahasan
yang muncul sebelum tahun 2020 adalah apakah emisi CO2 fosil global
menunjukkan tanda-tanda memuncak," kata Glen Peters, direktur riset di
CICERO.
"Covid-19
telah mengubah diskusi untuk beralih ke soal menghindari peningkatan kembali
emisi dan menanyakan apakah emisi telah mencapai puncaknya," katanya. Semua
peneliti yang terlibat dalam proyek ini setuju bahwa peningkatan emisi pada
tahun 2021 hampir pasti.
Guna mengatasi kenaikan tersebut
Jerman mengambil langkah cepat dan sigap dalam pembentukan kebijakan mengenai
lingkungan Pada bulan Juli lalu, Jerman menandatangani rencana menghentikan
industri batu bara paling lambat pada tahun 2038, sebuah upaya transisi menuju
energi yang lebih hijau. Schulze mengatakan tujuannya adalah "sekarang
untuk mempercepat tempo" dalam membangun infrastruktur tenaga angin dan
tenaga surya yang tahan lama, dan pemerintah berencana untuk mencapai tujuan
yang lebih ambisius di bidang ini pada kuartal pertama 2021.
"Hasil perlindungan iklim yang
nyata hanya terlihat pada tahun 2020 di sektor energi, di mana pengurangan CO2
dapat dikaitkan dengan mengganti batu bara dengan gas dan energi
terbarukan," kata Direktur Agora Energiewende, Patrick Graichen. Namun
menurutnya di tahun 2021 beliau memprediksi emisi akan kembali naik bahkan
lebih banyak. Namun demikian hal tersebut dapat dicegah melalui tindakan cepat
di bidang kebijakan iklim.
Studi yang dipublikasikan di jurnal
Earth System Science Data menyatakan meskipun pada tahun 2020 terjadi penurunan
lebih dari dua miliar ton CO2, para ilmuwan mengatakan bahwa untuk
memenuhi tujuan Perjanjian Iklim Paris akan membutuhkan pemotongan hingga dua
miliar ton setiap tahun untuk satu dekade kedepan.
"Meskipun emisi global tidak
setinggi tahun lalu, ini masih berjumlah sekitar 39 miliar ton CO2, dan pasti
menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam CO2 di atmosfer," kata ketua
peneliti Prof Pierre Friedlingstein dari Universitas Exeter, Inggris.
"Tingkat CO2 di
atmosfer, dan karenanya, iklim dunia, hanya akan stabil ketika emisi CO2 global
mendekati nol."
Lockdown Bukanlah Solusi Untuk Mengatasi Perubahan Iklim Jangka Panjang
Penghentian kehidupan normal yang
sekarang kita lihat dalam rangkaian lockdown bukan hanya tidak cukup untuk
menghentikan perubahan iklim, tetapi juga tidak berkelanjutan. Seperti halnya
perubahan iklim, Covid-19 paling parah menyerang mereka yang paling rentan.
Kita perlu menemukan cara untuk
mengurangi emisi tanpa dampak ekonomi dan sosial lockdown, dan menemukan solusi
yang juga mempromosikan kesehatan, kesejahteraan, dan kesetaraan. Ambisi iklim
yang meluas dan tindakan oleh individu, institusi, dan bisnis masih penting,
tetapi harus didukung dengan perubahan ekonomi secara mendasar.
Saya dan kolega saya memperkirakan
bahwa investasi sebanyak 1,2% dari PDB global dalam paket pemulihan ekonomi
dapat menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5C. Jika tidak, di masa depan
kita akan menghadapi dampak yang jauh lebih parah dan biaya yang lebih tinggi.
Sayangnya, investasi hijau tidak
dilakukan pada tingkat yang dibutuhkan. Meski demikian, akan ada lebih banyak
investasi dalam beberapa bulan ke depan. Tindakan iklim yang kuat harus
diintegrasikan ke dalam investasi masa depan. Taruhannya mungkin nampak tinggi,
tetapi potensi imbalannya jauh lebih tinggi.
Piers Forster adalah profesor
perubahan iklim dan direktur Pusat Internasional Priestley untuk Iklim di
Universitas Leeds.
Sumber:
- https://www.dw.com/id/jerman-berhasil-kurangi-emisi-berkat-pandemi-covid-19/a-56125978
- https://www.kompas.com/sains/read/2020/12/13/130400623/selama-pandemi-covid-19-emisi-karbon-global-turun-2-4-miliar-ton?page=all
- https://mediaindonesia.com/humaniora/368050/pandemi-covid-19-turunkan-emisi-karbon-7-persen
- https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-56493234
0 Comments:
Posting Komentar