Cari Blog Ini

Earn your money here!

coinpayu

Senin, 02 Agustus 2021

Pandemi Covid-19 menjadi Solusi Mengatasi Perubahan Iklim. Benarkah?

Pandemi Covid-19 dan Perubahan Iklim
 
Pandemi covid-19 yang memaksa negara-negara di dunia menerapkan lockdown dan pembatasan rupanya menyebabkan emisi karbondioksida turun sebesar 7% pada tahun ini, yang merupakan penurunan terbesar yang pernah ada.
 
Lockdown di China (Sumber: BBC China)

Penurunan Emisi Carbon di Beberapa Wilayah di Dunia
 
Menurut tim Global Carbon Project, emisi karbon tahun ini turun 2,4 miliar ton. Angka itu jauh melampaui tingkat penurunan yang tercatat pada tahun 2009 akibat resesi ekonomi global dengan hanya setengah miliar ton, maupun pada akhir Perang Dunia Kedua yang menyebabkan emisi turun sebesar satu milar ton.
 
Di seluruh Eropa dan Amerika Serikat, tercatat penurunan sekitar 12 persen sepanjang tahun, dan beberapa negara bahkan mencatat angka yang lebih besar.
 
Perancis mengalami penurunan sebesar 15 persen dan Inggris turun 13 persen, menurut salah satu analisis.
 
"Alasan utamanya adalah bahwa kedua negara ini memiliki dua gelombang lockdown yang sangat ketat dibandingkan dengan negara-negara lain," kata Profesor Corinne Le Quéré, dari Universitas East Anglia, Inggris, yang berkontribusi dalam penelitian tersebut.
 
"Inggris dan Perancis memiliki banyak emisi yang berasal dari sektor transportasi dan umumnya lebih sedikit yang berasal dari industri dan sektor lainnya.
 
"Ini bahkan lebih terlihat di Perancis, karena begitu banyak produksi listrik mereka dari energi nuklir, jadi 40 persen emisi mereka berasal dari sektor transportasi."
 
Penerbangan di seluruh dunia mengalami dampak terbesar akibat kebijakan pembatasan dan diperkirakan pada akhir tahun ini, emisi dari sektor tersebut masih akan berada 40 persen di bawah di level tahun 2019.
 
Pengurangan emisi serupa juga dialami oleh Jerman dilansir dari bbc.com menteri  Menteri Lingkungan Jerman Svenja Schulze kepada DPA menyatakan bahwa emisi CO2 telah turun untuk tahun ketiga secara berturut-turut. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Jerman dan Eropa untuk membuat sebuah kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan.
 
Satu negara yang mungkin melawan arus tren adalah China.
 
"Semua kumpulan data kami menunjukkan bahwa China mengalami penurunan emisi yang besar pada bulan Februari dan Maret, namun sejumlah kumpulan data menunjukkan perbedaan dalam tingkat emisi menjelang akhir tahun 2020," kata Jan Ivar Korsbakken, peneliti senior di CICERO, yang terlibat dalam studi.
 
"Pada akhir 2020, China setidaknya hampir memiliki tingkat emisi harian yang sama seperti pada 2019, dan memang beberapa perkiraan kami menunjukkan emisi China mungkin benar-benar meningkat untuk tahun ini secara keseluruhan pada tahun 2020 dibandingkan dengan 2019, meskipun ada pandemi," tambahnya.
 
Para peneliti percaya bahwa penurunan dramatis yang dialami melalui respons terhadap pandemi mungkin menyembunyikan penurunan karbon jangka panjang, dimana lebih terkait dengan kebijakan iklim. Pertumbuhan tahunan emisi CO2 global turun dari sekitar 3 persen pada tahun-tahun awal abad ini menjadi sekitar 0,9 persen pada tahun 2010-an. Sebagian besar perubahan ini disebabkan oleh perpindahan dari batu bara sebagai sumber energi.
 
"Pembahasan yang muncul sebelum tahun 2020 adalah apakah emisi CO2 fosil global menunjukkan tanda-tanda memuncak," kata Glen Peters, direktur riset di CICERO.
 
"Covid-19 telah mengubah diskusi untuk beralih ke soal menghindari peningkatan kembali emisi dan menanyakan apakah emisi telah mencapai puncaknya," katanya. Semua peneliti yang terlibat dalam proyek ini setuju bahwa peningkatan emisi pada tahun 2021 hampir pasti.
 
Guna mengatasi kenaikan tersebut Jerman mengambil langkah cepat dan sigap dalam pembentukan kebijakan mengenai lingkungan Pada bulan Juli lalu, Jerman menandatangani rencana menghentikan industri batu bara paling lambat pada tahun 2038, sebuah upaya transisi menuju energi yang lebih hijau. Schulze mengatakan tujuannya adalah "sekarang untuk mempercepat tempo" dalam membangun infrastruktur tenaga angin dan tenaga surya yang tahan lama, dan pemerintah berencana untuk mencapai tujuan yang lebih ambisius di bidang ini pada kuartal pertama 2021.
 
"Hasil perlindungan iklim yang nyata hanya terlihat pada tahun 2020 di sektor energi, di mana pengurangan CO2 dapat dikaitkan dengan mengganti batu bara dengan gas dan energi terbarukan," kata Direktur Agora Energiewende, Patrick Graichen. Namun menurutnya di tahun 2021 beliau memprediksi emisi akan kembali naik bahkan lebih banyak. Namun demikian hal tersebut dapat dicegah melalui tindakan cepat di bidang kebijakan iklim.
 
Studi yang dipublikasikan di jurnal Earth System Science Data menyatakan meskipun pada tahun 2020 terjadi penurunan lebih dari dua miliar ton CO2, para ilmuwan mengatakan bahwa untuk memenuhi tujuan Perjanjian Iklim Paris akan membutuhkan pemotongan hingga dua miliar ton setiap tahun untuk satu dekade kedepan.
 
"Meskipun emisi global tidak setinggi tahun lalu, ini masih berjumlah sekitar 39 miliar ton CO2, dan pasti menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam CO2 di atmosfer," kata ketua peneliti Prof Pierre Friedlingstein dari Universitas Exeter, Inggris.
 
"Tingkat CO2 di atmosfer, dan karenanya, iklim dunia, hanya akan stabil ketika emisi CO2 global mendekati nol."
 
Ilustrasi Emisi Gas (Sumber: Dw.com)

Lockdown Bukanlah Solusi Untuk Mengatasi Perubahan Iklim Jangka Panjang
 
Penghentian kehidupan normal yang sekarang kita lihat dalam rangkaian lockdown bukan hanya tidak cukup untuk menghentikan perubahan iklim, tetapi juga tidak berkelanjutan. Seperti halnya perubahan iklim, Covid-19 paling parah menyerang mereka yang paling rentan.
 
Kita perlu menemukan cara untuk mengurangi emisi tanpa dampak ekonomi dan sosial lockdown, dan menemukan solusi yang juga mempromosikan kesehatan, kesejahteraan, dan kesetaraan. Ambisi iklim yang meluas dan tindakan oleh individu, institusi, dan bisnis masih penting, tetapi harus didukung dengan perubahan ekonomi secara mendasar.
 
Saya dan kolega saya memperkirakan bahwa investasi sebanyak 1,2% dari PDB global dalam paket pemulihan ekonomi dapat menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5C. Jika tidak, di masa depan kita akan menghadapi dampak yang jauh lebih parah dan biaya yang lebih tinggi.
 
Sayangnya, investasi hijau tidak dilakukan pada tingkat yang dibutuhkan. Meski demikian, akan ada lebih banyak investasi dalam beberapa bulan ke depan. Tindakan iklim yang kuat harus diintegrasikan ke dalam investasi masa depan. Taruhannya mungkin nampak tinggi, tetapi potensi imbalannya jauh lebih tinggi.
 
Piers Forster adalah profesor perubahan iklim dan direktur Pusat Internasional Priestley untuk Iklim di Universitas Leeds.
 
Sumber:
  1. https://www.dw.com/id/jerman-berhasil-kurangi-emisi-berkat-pandemi-covid-19/a-56125978
  2. https://www.kompas.com/sains/read/2020/12/13/130400623/selama-pandemi-covid-19-emisi-karbon-global-turun-2-4-miliar-ton?page=all
  3. https://mediaindonesia.com/humaniora/368050/pandemi-covid-19-turunkan-emisi-karbon-7-persen
  4. https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-56493234

 


Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Globe of visitors

Visitors Count

coinpayu

Definition List

Unordered List